Kamis, 22 September 2011

Aksi Damai Tolak Kekerasan Terhadap Pers





Rabu, 21 September 2011

AJI Bojonegoro Sesalkan Tindakan Kekerasan Terhadap Jurnalis

PERNYATAAN SIKAP AJI BOJONEGORO

AJI Bojonegoro Sesalkan Tindakan Kekerasan Terhadap Jurnalis

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bojonegoro menyesalkan terjadinya tindakan kekerasan yang menimpa jurnalis di Jakarta. Pada Jumat, 16 September 2011, juru kamera Trans7, Angga Octaviardi, menjadi korban kekerasan ketika sedang mengambil gambar tawuran pelajar di kawasan Blok M, Jakarta Selatan.

Pada Senin, 19 September 2011, jurnalis yang sedang menggelar aksi damai di depan SMA Negeri 6 Jakarta juga menjadi korban kekerasan. Yaitu, Yudistiro Pranoto (fotografer Seputar Indonesia), Panca Syurkani (fotografer Media Indonesia), Septiawan (fotografer Sinar Harapan) Banar Fil Ardir (fotografer Kompas.com).

Bagaimana pun bentuknya, tindakan kekerasan terhadap jurnalis tidak dibenarkan. Jurnalis yang melakukan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah serta menyiarkan berita dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

AJI Bojonegoro juga menyayangkan lambatnya respon polisi dalam mencegah tindakan kekerasan yang menimpa jurnalis. Sebagai penegak hukum, polisi harus bisa memberikan rasa aman dan tenteram bagi seluruh anggota masyarakat, termasuk pelajar dan jurnalis.

Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh pelajar juga patut disesalkan. Tindakan semacam itu menjadi salah satu bukti gagalnya proses penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Sistem pendidikan kurang mengajarkan karakter tanggung jawab dan disiplin. Selain itu, menandakan kurangnya pemahaman pelajar akan pentingnya kebebasan pers dan demokrasi.

Oleh karena itu, sebagai organisasi profesi yang berkomitmen melindungi kebebasan pers, AJI Bojonegoro menyatakan sikap sebagai berikut :
1. Tolak tindakan kekerasan terhadap jurnalis
2. Tindak tegas pelaku kekerasan
3. Polisi harus memberi rasa aman bagi masyarakat
4. Evaluasi penyelenggaraan pendidikan di Indonesia

Bojonegoro, 21 September 2011

Sujatmiko,
Ketua AJI Bojonegoro

Senin, 04 Juli 2011



gayeng : Ketua AJI Surabaya Rudi Hartono (kiri) dan Kasi Intel Kejari Bojonegoro Nusirwan  Sahrul (Kanan) sebagai nara sumber dalam acara Ngobrol Bareng PERS dan PEMBERANTASAN KOSUPSI yang digelar AJI Bojonegoro di gedung FKUB Bojonegoro. Sementara di tengah, ketua AJI Bojonegoro Sujatmiko

AJI Bojonegoro Gelar Ngobrol Bareng Tentang Pers dan Pemberantasan Korupsi

Oleh Rio Ardani (Rabu, 06/29/2011 - 13:09)

BaSS FM, Bojonegoro - Aliansi Jurnalis Independen AJI di Kabupaten Bojonegoro, Rabu (29/06/2011) siang menggelar kegiatan Ngobrol Bareng Pers dan Pemberantasan Korupsi di Gedung FKUB (Forum Komunikasi Umat Beragama) jalan Trunojoyo Kabupaten Bojonegoro.

Ngobrol Bareng yang digelar AJI ini menghadirkan pemateri dari AJI Surabaya Moch. Rudy Hartono dan Kasi Intel Kejaksaan Negeri Bojonegoro Nusirwan Sahrul. Selain itu kegiatan ini juga dihadiri oleh wartawan, Akademisi dan Organisasi Mahasiswa di Kabupaten Bojonegoro.

Ketua Panitia Ngobrol Bareng Pers dan Pemberantasan Korupsi Muhammad Roqib menjelaskan Pers di Indonesia mengalami perkembangan yang luar biasa. Menurutnya Pers di Indonesia ingin menjadi bagian penegakan hukum di Indonesia. Karena fungsi pers itu salah satunya mendorong penegakan hukum.

" Pers Indonesia ingin bersama - sama menjadi bagian dari proses penegakan hukum di Indonesia karena salah satu peran pers adalah mendorong penegakan hukum, selain beberapa nilai yang diperjuangkan oleh AJI yaitu penegakan nilai demokrasi dan HAM," kata Muhammad Roqib Ketua Panitia Ngobrol Bareng sekaligus wartawan Harian Seputar Indonesia.

Moch.Rudy Hartono Ketua AJI Surabaya pemateri dalam kegiatan Ngobrol Bareng memberikan materi tentang Hukum dan Pers di Masa Orba Versus Reformasi. Dalam pemaparannya Rudy menjelaskan jika pers nasional hendak di posisikan sebagai agent of reform ( karena sebagian besar media massa nasional selalu menyuarakan gerakan reformasi yang dipelopori mahasiswa), maka lembaga masyarakat ini pantas pula memiliki kedudukan sebagai kekuasaan keempat.

" Kedudukan pers sejajar dengan legislastif, yudikatif, dan eksekutif. Pers sangat berperan dalam penegakan hukum, sebab kontrol sosial pers yang efektif akan mencegah timbulnya praktek ketidak adilan dalam kehidupan politik, ekonomi dan hukum," kata jelas Moch.Rudy Hartono Ketua AJI Surabaya.

Sementara itu Nusirwan Sahrul Kasi Intel Kejari Bojonegoro juga berkesempatan menjadi pemateri dalam kegiatan Ngobrol Bareng AJI. Menurut Nusirwan Sahrul peran pers dalam pemberantasan korupsi itu antara lain memberikan informasi tentang terjadinya tindak pidana korupsi, menjamin penegakan hukum terlaksana secara transparan.

" Selain itu pers juga sebagai kontrol sosial bagi aparat penegak hukum agar melaksanakan proses hukum secara benar. Memberikan kritik dan saran sebagai bahan masukan bagi aparat penegak hukum dan pers sebagai saraa untuk menkampanyekan anti korupsi kepada masyarakat," jelas Nusirwan Sahrul Kasi Intel Kejari Bojonegoro dalam pemaparannya. rio

Wartawan AJI Kritik Penanganan Korupsi

suarasurabaya.net| Wartawan Bojonegoro yang tergabung Aliansi Jurnalis Independen(AJI) menggelar dialog ringan bersama wartawan, mahasiswa dan praktisi hukum membahas pemberantasan korupsi. Acara yang diberi tema"Ngobrol Bareng bersama Pers" menyoroti pemberantasan korupsi di kota ledre yang terkesan masih abu-abu.

Hadir sebagai narasumber, menghadirkan Nusirwan Sahrul Kasi Intel Kejari Bojonegoro dan M.Rudi Hartono Ketua AJI Surabaya. Kali pertama Ketua AJI Surabaya menyampaikan dorongan kepada insan pers sebagai jendela informasi masyarakat dan ikut mengkontrol pemberantasan korupsi yang dilakukan penegak hukum. Menurut redaktur online Harian Surya selama ini perkembangan media cukup pesat. Sehingga untuk memonitor indikasi korupsi di daerah setempat lebih mudah.

"Walaupun tantangannya juga cukup banyak, karena kalau berbicara korupsi bisanya serba tidak transpran," jelas Rudi.

Sementara Nusirwan Sahrul, Kasi Intel Kejari membantah lembaganya tidak serius menangani korupsi. Justru selama ini banyak kasus yang ditangani oleh kejaksaan khususnya korupsi. Sementara menanggapi sejumlah pertanyaan media terkait lambatnya pemberantasan korupsi, diakui ada beberapa kendala untuk mengumpulkan alat bukti.

"Banyak hal yang kita akui ada kendala dalam pemberantasan korupsi salah satunya mengumpulkan alat bukti," ungkap Nusirwan.

Meski demikian peran media dirasakan cukup membantu kelancaran publikasi sejumlah kasus yang ditangani kejaksaan. Selain itu seharusnya masyarakat juga turut membantu memberikan informasi kepada penyidik untuk kelancaran penanganan kasus. Faktanya masyarakat masih enggan terlibat dalam masalah hukum. Sehingga kengganan masyarakat menjadi saksi sering berpengaruh dalam menggagalkan proses hukum.

Ngobrol bareng siang tadi (29/6/2011) diharapkan menjadi masukan untuk semua peserta yang hadir. Nara sumber juga memberikan kesempatan tanya jawab agar pemberantasan korupsi ini bisa diketahui bersama. Menariknya ditengah acara sempat kacau karena kejadian kebakaran di Gedung DPRD Bojonegoro. Sejumlah peserta termasuk panitia satu persatu berhamburan meliput kejadian itu.(joe/git)

Foto Teks:
- Nusirwan Sahrul, Kasi Intel Kejari Bojonegoro ngobrol bareng dengan AJI tentang pemberantasan korupsi
Foto : SBI Fm

Sabtu, 28 Mei 2011

Pernyataan Sikap Bersama ALWARI JATIM, AJI SURABAYA, IJTI JATIM, LBH PERS SURABAYA

Terkait dengan pemeriksaan perdana kasus pemukulan dan penghalangan liputan terhadap dua wartawan oleh penyidik pada Rabu, 18 Mei 2011 jam 11.00 di Subdit Resmob Tindak Pidana Umum Polda Jatim, kami menemukan fakta bahwa:

Penyidik menggunakan pasal 170 jo pasal 351 KUHP tentang dugaan tindak pidana bersama-sama melakukan kekerasan dan penganiayaan dlm menyidik perkara ini. Atas penggunaan pasal tersebut, kuasa hukum Lukman dan Septa dari LBH Pers telah meminta penyidik untuk juga menggunakan UU nomor 40/1999 tentang Pers sebagai aturan hukum yang bersifat khusus. Atas permintaan tersebut, penyidik akan menyampaikannya kepada pimpinan. Sayangnya, belum sampai usulan tersebut disampaikan pada pimpinan penyidik, Kabid Humas Polda Jatim di hadapan wartawan menyatakan tidak akan menggunakan UU Pers dalam penyidikan ini dgn alasan dapat berakibat kurang baik pada hubungan polisi dan wartawan.


Melihat fakta ini, kami berpandangan tidak ada kemauan serius dari polisi dalam penuntasan kasus ini secara profesional. Kami menyayangkan pernyataan-pernyataan resmi kabid humas yang diragukan kebenarannya sebagaimana dimaksud di atas karena selain membuat proses penyidikan perkara ini kabur dan tidak transparan, juga bisa memengaruhi tindakan penyidik dalam menjalankan perintah atasan.

Pemeriksaan ini juga kami pandang lamban. Karena selama dua minggu berjalan, pemeriksaan baru pada tiga saksi korban. Sedangkan pekan depan masih akan diperiksa saksi lain. Sedangkan belum ada penetapan tersangka. Masih harus menunggu berapa lama lagi hingga muncul tersangka? Atau bahkan tidak akan ada tersangka sama sekali?

Kami juga menyesalkan tidak digunakannya UU nomor 40/1999 tentang pers dalam penyidikan perkara ini. UU Pers dibuat dengan semangat melindungi kebebasan pers yang harusnya digunakan secara maksimal dalam upaya penegakan hukum. Secara hukum, aturan ini merupakan aturan yg bersifat khusus (lex spesialis) yang harusnya dapat ditegakkan bersamaan dengan berbagai ketentuan dlm KUHP. Alasan yang disampaikan Kabid Humas sama sekali tidak berdasar secara hukum. Justru sebaliknya, jika Polda Jatim berkehendak untuk memperbaiki hubungan dengan wartawan, seharusnya kepolisian menggunakan aturan hukum yang secara jelas dan tegas dapat melindungi wartawan, bukan mencari alasan untuk menyimpanginya.


Untuk itu kami menyatakan sikap sebagai berikut :

1. Mendesak polisi untuk tetap menggunakan UU Pers dalam penuntasan kasus ini. Mengingat, kedua korban sedang menjalankan tugas peliputan sebagai jurnalis.

2. Medesak polisi agar profesional, transparan, akurat dalam memberikan informasi terkait penuntasan kasus ini, terlebih menyangkut penetapan para tersangka pelaku pengeroyokan terhadap wartawan saat meliput

3. Meminta Dewan Pers untuk mendesak Polda Jatim agar menggunakan UU Pers dalam penyelesaian kasus ini

sumber: AJI Surabaya

photo-photo saat demo hari buruh







poto-poto deklarasi AJI BOJONEGORO










photo-photo awal berdirijua AJI BOJONEGORO








Pengurus dan Anggota AJI Bojonegoro

Pengurus AJI Bojonegoro

1. Ketua : Sujatmiko
Wakil ketua umum : Teguh Budi Utama

2. Sekretaris : Rokib
Wakil sekretaris : Taufik

3. Bendahara : Yakub

Divisi Advokasi
Koordinator Bojonegoro : Khorij Zaenal Asrori
Koordinator Tuban : Imam Zuhdi

Divisi pengembangan organisasi dan usaha
Koordinator : Khoirul Huda

Divisi peningkatan kapasitas profesi
Koordinator : Anas AG


Anggota AJI Bojonegoro :
1.   Ahmad Yakub, Media Indonesia
2.   Anas AG, Radar Bojonegoro
3.   Muhammad Rqib, Seputar Indonesia
4.   Teguh Budi Utama, detikSurabaya.com
5.   Sujatmiko, Tempo
6.   Khoirul Huda, Birawa
7.   Joe, SBI FM-SuaraSurabaya.net
8.   Khorij Zenal Asrori, Radar Bojonegoro
9.   Nanang Fahrudin, Seputar Indonesia
10. Yusti/Teyang, Kompas TV
11. Pipit Wibawanto, MNC, Global, RCTI
12. Ria Mufazani, SBI FM
13. Nitis Sahpeni, Radar Bojonegoro
14. Heri Setiawan, TVRI
15. Bambang/Eeng, vivanews.com
16. Taufik, Surya
17. Imam Zuhdi, ANTV
18. Dewi, TV One
19.Rozikin, B-one

AJI Bojonegoro Tuntut Standar Gaji Rp2,8 Juta per Bulan

BOJONEGORO-Dalam rangka memperingati hari buruh se-Dunia, belasan wartawan yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bojonegoro, Jatim mengelar aksi unjuk rasa damai di Bundaran Adipura, Kota setempat, Minggu (1/5) siang.
Mereka, menuntut standar gaji wartawan Bojonegoro sebesar Rp2,8 juta. Aksi damai yang digelar di Bundaran Adipura, Bojonegoro ini dilakukan sekitar pukul 09.15 WIB dan berlangsung sekitar satu jam. Belasan demonstaran ini, juga membawa sejumlah poster yang berisi tuntutan kenaikan kesejahteraan buruh. Di antaranya, Wartawan juga Buruh, Berikan hak-hak dasar Buruh, Stop Kekerasan terhadap Buruh,' Standar gaji jurnalis Bojonegoro Rp2,8 juta."
Aksi damai ini, juga mendapatkan pengawalan secara ketat puluhan aparat kepolisian setempat dari awal hingga akhir.
Koordinator aksi, Sujadmiko mengungkapkan, aksi hari buruh ini sengaja di gelar untuk mendesak pihak Pemerintah melalui Menteri Tenaga Kerja agar menghapus outshorsing. Sebab, selama ini penerapan sistem itu telah merugikan buruh dan merampas hak-hak dasar buruh. "Ini kan ironis?. Untuk itu, kami mendesak Pemerintah segera menghapus sistem yang tidak merakyat ini," tegas koresponden Tempo ini, disela aksinya, Minggu (1/5) siang.
Menurut dia, wartawan juga buruh dan kesejahteraanya harus ditingkatkan. Ia mencontohkan, selama ini masih banyak jurnalis yang mendapatkan gaji yang nilainya dibawah Upah Minimum Kabupaten (UMK). Bahkan, tidak sedikit yang gajinya dibawah Rp500 ribu per bulan. " Untuk itu, kami menuntut gaji jurnalis Bojonegoro minimal Rp2,8 juta per bulan. Media Indonesia/Muhammad Yakub

Wartawan Bojonegoro Gelar Demo Hari Buruh

Bojonegoro - Sejumlah wartawan yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bojonegoro, Jawa Timur, berunjuk rasa untuk memperingati Hari Buruh Sedunia di bundaran tugu Adipura, kota setempat, Minggu.
Para wartawan itu secara bergantian melakukan orasi, sekaligus meliput aksi mereka.

Selain melakukan orasi, sejumlah wartawan juga menyanyikan lagu-lagu perjuangan para buruh dan membaca puisi tentang buruh.

Mereka juga membawa poster berisi tentang nasib buruh, dan menolak adanya kriminalisasi pers.

Ketua AJI Bojonegoro Sujatmiko yang juga wartawan Tempo mengatakan unjuk rasa bertepatan dengan Hari Buruh Sedunia 1 Mei ini dijadikan momentum untuk mengingatkan berbagai pihak, bahwa upah buruh di Indonesia, termasuk wartawan, masih jauh dari layak.

Padahal, menurut dia, wartawan merupakan pekerja professional yang memiliki risiko tinggi, sehingga sudah sepantasnya memperoleh upah yang layak.

Ia mencontohkan di Bojonegoro masih banyak wartawan yang penghasilannya di bawah upah minimum kabupaten (UMK) sebesar Rp870 ribu per bulan.

"Seharusnya upah wartawan standar normalnya Rp2,8 juta per bulan," katanya.

Dalam hal ini, kata dia, wartawan yang bertugas di wilayah setempat harus secara bersama-sama memperjuangkan upah layak dalam menjalankan tugasnya di bidang jurnalistik.

"Ini menjadi tugas semua wartawan di Bojonegoro untuk memperjuangkannya," katanya.

Selama aksi berlangsung, sejumlah petugas dari Polres Bojonegoro mengamankan tempat unjuk rasa, serta mengatur lalu lintas kendaraan yang lewat di seputar bundaran tugu Adipura. antara/Slamet Agus Sudarmojo

AJI Bojonegoro Dideklarasikan

Setelah melakukan persiapan setahun, sebanyak 18 jurnalis dari berbagai media di Bojonegoro mendeklarasikan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Bojonegoro, Jawa Timur, Sabtu 30 April 2011.
Menurut M. Yaqub, koordinator berdirinya AJI Bojonegoro, tak banyak jurnalis yang berani masuk AJI. "Konsekuensi tentang independensi menjadikan banyak teman yang belum berani bergabung," kata jurnalis Media Indonesia itu.

Deklarasi AJI Bojonegoro digelar secara sederhana di gedung Grha Wiyata Perak, Bojonegoro, dan dihadiri puluhan jurnalis aktif dari Bojonegoro, Tuban, dan Lamongan.

Sunudyantoro, Koordinator Divisi Organisasi AJI Indonesia, mengatakan AJI berdiri dengan penuh perjuangan. Dimulai dari pembredelan beberapa media di masa Orde Baru, AJI saat ini menjadi satu-satunya organisasi yang masih yakin akan mampu menjaga independensi.

"Independensi dan kesejahteraan jurnalis mutlak diperjuangkan," kata jurnalis Majalah Tempo ini. Dia berharap, berdirinya AJI Bojonegoro bisa menjamin independensi jurnalis khususnya yang ada di Bojonegoro dan sekitarnya.

Deklarasi diwarnai orasi budaya dari jurnalis senior Bojonegoro Teguh Budi Utomo. "Sejarah mencatat, Bojonegoro dulu tempat berdirinya kerajaan Malawapati, dengan raja Angling Darmo yang melegenda itu," kata Teguh.

Teguh berharap, legenda kearifan Angling Darma yang tak mengkultuskan dirinya sebagai titisan Dewa patut dicontoh. "Jangan sombong, jangan sok, dan jadikan independensi sebagai pegangan," kata Teguh. TEMPO Interaktif/Fatkhurrohman Taufiq 

Seorang Camat di Bojonegoro Ancam Wartawan

Bojonegoro - Camat Ngambon, Kunto Prasetyo, didampingi tujuh lelaki, Jum’at siang, 13 Mei 2011, mendatangi Zainal Korij, wartawan Koran Radar Bojonegoro. Kepada Zainal yang saat itu sedang minum kopi di sebuah kantin di Jalan Kartini, Bojonegoro, Kunto menyatakan keberatan terhadap berita yang ditulis koran Radar Bojonegoro dengan judul: Camat Ngambon Diperiksa Kejari, pada edisi Jum’at, 13 Mei 2011.

“Jangan ditulis camat diperiksa,” kata Kunto seperti ditiru Korij yang mengatakan nada kalimat Kunto saat itu meninggi.

Menanggapi sikap Kunto, Korij bertanya apakah ada yang salah pada pemberitaan tersebut. Sebab, Kunto menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Negeri Bojonegoro sehari sebelumnya, yakni Kamis, 12 Mei 2011.

Kunto diperiksa kejaksaan berkaitan dengan kasus pungutan liar senilai Rp 260 juta dalam pelaksanaan program nasional (Prona) sertifikat tanah massal. Dalam kasus tersebut, sejumlah kepala desa di Kecamatan Ngambon menjadi tersangka.

Korij juga mengatakan kepada Kunto agar menggunakan hak jawab bila merasa keberatan terhadap pemberitaan tersebut.

Mendengar kata-kata Korij, ketujuh lelaki pendaping Kunto bergerak mendekati Korij. Meski tindak melakukan tindakan yang membahayakan Korij, para lelaki itu memperlihatkan wajah tidak senang.

Korij mengajak Kunto dan tujuh pendampingnya ke Kantor Kejaksaan yang berjarak sekitar 25 meter dari kantin. Tujuannya untuk membuktikan apakah benar Kunto diperiksa atau tidak.

Salah seorang di antara tujuh lelaki itu malah berucap bernada mengancam, “Gak tahu lho ya, kalau ada yang gelap mata.” Selain itu, ada juga yang mengatakan, “Aku bisa mendatangkan 300 warga demo ke kejaksaan. Tapi siapa yang bertanggung jawab.”

Joe, rekan sesama wartawan yang bersama Korij minum kopi di kantin menyaksikan kejadian tersebut.

Tidak terjadi tindak kekerasan, karena Kunto dan tujuh pendampingnya meninggalkan Kantor Kejaksaan.

Ketika dihubungi Tempo untuk dimintai konfirmasi, Kunto membantah melakukan
pengancaman terhadap Korij. Kunto juga menampik ada di antara pendampingnya yang mengatakan akan mendatangkan warga untuk mengelar aksi demo di Kantor Kejaksaan Bojonegoro.

“Tidak benar. Saya tidak mengancam,” ucapnya kepada Tempo yang dihubungi melalui telepon, Jum’at siang.

Namun, Kunto mengakui memprotes berita tersebut yang dinilainya tidak berimbang. Sebab, Kunto sebagai obyek berita tidak dimintai konfirmasi. “Itu yang saya protes,” katanya.

Kepala Kejaksaan Negeri Bojonegoro Yuliardi membenarkan penyidik kasus Prona memeriksa Kunto. Namun, Kunto diperiksa sebagai saksi. ”Pemeriksaannya sudah sesuai prosedur,” paparnya. SUJATMIKO, TEMPO Interaktif

LAWAN INTIMIDASI DAN KEKERASAN TERHADAP WARTAWAN…!!!

Lagi-lagi tindakan intimidatif dilakukan oleh aparat pemerintah terhadap para wartawan. Kali ini dialami oleh Zainal Khorij, wartawan Radar Bojonegoro, pada jum’at siang, terkait dengan pemberitaan yang ia tulis tentang pemeriksaan oleh Kejaksaan Negeri Bojonegoro terhadap sejumlah Kepala Desa dan Camat Ngambon dalam kasus dugaan pungli program PRONA di wilayah setempat.
Peristiwa tersebut terjadi saat Zainal Khorij yang saat itu sedang minum kopi di sebuah kantin di Jalan Kartini, Bojonegoro, di datangi oleh Kunto Prasetyo, Camat Ngambon, dengan didampingi tujuh lelaki. Kunto menyatakan keberatan terhadap berita yang ditulis koran Radar Bojonegoro dengan judul: Camat Ngambon Diperiksa Kejari, pada edisi Jum’at, 13 Mei 2011.

Khorij bertanya apakah ada yang salah pada pemberitaan tersebut. Sebab, Kunto memang telah menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Negeri Bojonegoro sehari sebelumnya, yakni Kamis, 12 Mei 2011, kendati statusnya masih sebatas sebagai saksi. Kunto diperiksa kejaksaan berkaitan dengan kasus pungutan liar senilai Rp 260 juta dalam pelaksanaan program nasional (Prona) sertifikat tanah massal. Yang dalam kasus tersebut, sejumlah kepala desa di Kecamatan Ngambon menjadi tersangka.

Terkait dengan keberatan pemberitaan tersebut, Zainal Khorij telah mengatakan kepada Kunto agar menggunakan hak jawab bila merasa keberatan terhadap pemberitaan di media terkait. Namun, mendengar kata-kata Khorij, ketujuh lelaki pendaping Kunto secara serentak bergerak mendekati Khorij. Meski belum melakukan tindakan yang membahayakan bagi diri Khorij, para lelaki itu memperlihatkan wajah tidak senang.

Korij mengajak Kunto dan tujuh pendampingnya ke Kantor Kejaksaan yang berjarak sekitar 25 meter dari kantin. Tujuannya untuk membuktikan apakah benar Kunto diperiksa atau tidak. Akan tetapi, Salah seorang di antara tujuh lelaki itu malah berucap dengan nada mengancam, “Gak tahu lho ya, kalau ada yang gelap mata.” Selain itu, ada juga yang mengatakan, “Aku bisa mendatangkan 300 warga demo ke kejaksaan. Tapi siapa yang bertanggung jawab.” Kejadian itu sendiri disaksikan oleh Joe Swara, rekan sesama wartawan yang pada saat itu bersama Khorij minum kopi di kantin.

Melalui surat ini, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bojonegoro menyatakan :

1. Mengutuk tindakan Camat Ngambon beserta pengawalnya yang telah mengintimidasi wartawan yang sedang menjalankan tugas jurnalistik.
2. Menuntut kepada Camat Ngambon beserta para pengawalnya, untuk meminta maaf secara terbuka kepada Zainal Khorij, selaku korban intimidasi.
3. Meminta agar hal serupa tidak terulang di waktu yang akan datang, mengingat tugas profesi jurnalistik dilindungi oleh UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan terdapat ancaman pidana bagi setiap pihak yang melakukan tindakan menghalangi atau menghambat tugas jurnalistik.

Bojonegoro, 14 Mei 2011.
Sujatmiko,                                                                   Imam Zuhdi,

Ketua AJI Bojobegoro.                                  evisi Advokasi AJI Bojonegoro